.....
People are crazy and times are strange
I'm locked in tight, I'm out of range
I used to care, but things have changed
Malam kemarin. Sudah pukul tiga lewat, dalam pejaman mata, saya melihat bulir-bulir halus terbang menembus gelap yang tak berujung. Delusi gila itu berlanjut ketika kepala saya seolah-olah meleleh, bergabung bersama mereka menyusuri gelap, menyusul kemudian utuh badan saya yang bergerak bagai casper. Dalam setengah tidur, saya masih bisa merasakan kepala saya yang sakit luar biasa dan masih bisa terpikir, "mungkin ini karena selalu tidur pagi akhir-akhir ini."
I hurt easy, I just don't show it
You can hurt someone and not even know it
The next sixty seconds could be like an eternity
"Jadi, sekarang teman ngopi kamu siapa?" kata suara di sebrang telepon, sore itu.
Pertanyaan sederhana itu, entah kenapa, terngiang-ngiang hilir mudik ketika merindu tetes demi tetes waktu ngopi bersama teman-teman insomnia saya di Semarang. "Sudah tidak ada.."
Dulu saya masih berstatus mahasiswa, sedangkan mereka para wartawan yang mencoba menguapkan kepenatan mereka, dengan kopi, bir, kentang, kartu, rokok, obrolan, bahkan lamunan (untuk kepentingan pencitraan, saya bukan beers and cigarettes junkie..ehem).
Kami cukup konsisten, untuk menetapkan River View sebagai peraduan malam, dan kami cukup solid, bahkan hingga sekarang. Kadang saya berpikir, secara sengaja atau tidak, mereka lah yang membawa saya pun menjadi wartawan (lupakan kalau itu jebakan batman *bergumam*), meskipun nyasar di tulis bukan foto. pfuh.
Namun, Toko Oen, Warung Sedap Malam, pinggiran Polder Tawang, juga punya arti sendiri untuk saya. Kentang dan Eskrim Toko Oen yang bikin meleleh, juga suasananya yang klasik menjadi saksi bisu memori utuh saya menjadi 'lebih utuh', lebih dari sekedar nongkrong.
Lalu wisata Galeri. Minimnya galeri seni di Semarang membuat saya jengkel, namun saya menjadi rajin untuk datang di setiap acara pameran, seringnya tentu saja di Rumah Seni Yaitu dan Galeri Semarang. Meskipun saya kurang suka dengan rata-rata pengunjung pameran yang memiliki pose sama, dengan "mereka-mereka" yang kadang sok-high level dalam menuturkan karya, dan kumpulan-kumpulan komunitas yang merasa paling-iyess, namun aku hanya berkata peduli setan (lah...gw jadi nyanyi lagunya The Adams gini).
Gonna get low down, gonna fly high
All the truth in the world adds up to one big lie
I'm in love with a woman who don't even appeal to me
Lalu saya pulang kampung ke Jakarta. Kafe/warung kopi, galeri seni, jangan tanya banyak dan variasinya lah. Setelah sempat tersiksa bagai robot (secara rumah gw di pinggiran Jakata), saya pilih kos di jantung kota. Namun apa? saya tidak lagi tuh, meminum malam hingga pagi dengan ngopi di warung kopi, atau memburu pameran-pameran di galeri seni. Sekedar bertemu kawan di warung kopi itu pasti, karena begitulah gaya metropolis, namun itu tidak sering dan sebentar. Man, saya kehilangan partner. Atau karena rutinitas kerja dan lalu lintas Jakarta yang ganas? Ah, masa saya harus cari kambing hitam sih.
Mr. Jinx and Miss Lucy, they jumped in the lake
I'm not that eager to make a mistake
Dalam senandung Bob Dylan yang mau habis ini, itu lah sepotong memori kecil yang sudah usang. Hingga sekarang, saya masih rajin membersihkan debu-debunya, ketika saya bertemu dengan pagi, dengan suktara, dalam kesunyian sudut kamar, dan musik yang bersenandung bosan.
People are crazy and times are strange
I'm locked in tight, I'm out of range
I used to care, but things have changed
{Humming Bob Dylan's - Things Have Changed}
aaaa,,, rutinitas di sedap malam turun ke angkatanku loh ka mona, lesehan sampai malam membangunkan pagi, tukang parkirpun sampai pergi,haha
ReplyDeletedijakarta memang sulit mon, gue juga gak bisa nemu. ke tim terlalu jauh.
ReplyDeletegig's nya pun tak seasik di bdg
@mintari: wah kabar gembira, sebarkan terus virus sedap malam dan penjaga malam :p
ReplyDelete@sawung: jakarta emg absurd :p