Pages

If there's no orange in the sky, i do try enjoying grey: I am a delusion angel.

25.2.10

kembali.

Ya Tuhan, saya hanya umat yang terkadang pergi
Entah mencari peraduan kemana.
Saya hanya umat yang selalu bertanya
Namun tidak berusaha menemukan jawabMu,
Yang mungkin Engkau selipkan didekatku.
Hampa ini rasanya kosong sekali..
Saya ingin kembali pada sujud dengan beribu-ribu keyakinan
Dan Engkau masih selalu menunggu, kan?

seperti ketika menunggu kapan hujan akan berhenti

Seperti ketika menunggu kapan hujan berhenti,
kita menunggu ketidakpastian.
Kapan hujan itu berhenti?
Apakah ketika langit sudah tidak mendung lagi?
Lalu membuat langkah meragu untuk menghalaunya.

Saya merasa......seperti sedang menunggu hujan berhenti.
Saya hanya bisa menerka. Berusaha meyakinkan diri.
Saya hanya bisa melihat sesekali ke jendela.
Saya gelisah. Mondar-mandir jalan lalu duduk lagi.

Mungkin kita akan sedikit kehujanan, tapi mungkin saja itu keputusan yang tepat karena kita menjadi datang disaat yang tepat
Atau mungkin saja kita malah akan basah kuyup dan terjebak karena hujan semakin besar bagai badai. Akhirnya sedikit menyesal.
Dan bisa saja..ditengah jalan, hujan berhenti. hingga kita bisa merasakan kesejukan dan bau tanah yang menyenangkan.

Namun, saya masih saja seperti menunggu kapan hujan akan berhenti.
Saya gelisah. Namun saya tidak punya kuasa.

kumpulan fase yang acak

Apakah saya pernah memberikan harapan semu? Jika iya, saya pasti berdosa.
Karena harapan yang kelewat banyak, bisa membunuh pelan-pelan.
Saya pernah mati karena harapan. Lalu mulai bangkit lagi dengan harapan yang baru. Lalu mati lagi. Lalu, menolak harapan lain namun tak kuasa melawannya. Lalu kembali hidup.

Akhirnya saya mulai menyimpulkan, bahwa hidup seperti kumpulan fase yang acak.
Semua akan tiba pada waktunya masing-masing. Tunggu saja... dan mainkan peranmu.
Jika kita peka, kita pasti akan lebih berpengalaman dari sebelumnya.
Artinya, bukan kita tidak mungkin akan jatuh lagi, namun ada kekuatan yang lebih utuh.
Ya, seharusnya memang begitu. Bagaimana mungkin kita tidak kuat menanjak padahal sebelumnya sudah jatuh bangun untuk sampai di bukit?

Kita akan terus mencari jati diri. Karena kita selalu merasa belum juga menemukannya.
Tetapi jika kita bersyukur, kita akan menjadikan apa yang ada menjadi yang terbaik.
Ingin sekali rasanya membuang sekumpulan masa lalu ke sungai, dan membiarkan arus membawanya ke laut.
Ini hanya masalah waktu kan, Tuhan?

18.2.10

hanya untuk malam ini

Saya akan jatuh hanya untuk malam ini.
Besok, saya akan berlari secepat2nya tanpa kamu tau akan kemana
Dan kamu tidak akan pernah tau..

hanya sekedar membayangkan. semoga membantu pembaca :)

Tidak ada yang lebih menyakitkan, dari ditinggalkan. Bahkan, ketika kita hanya melepas kepergian seseorang di stasiun, bunyi kereta api yang menderu-deru, mencabik-cabik pagar pertahanan hati yang sudah tinggi menjulang. Airmata mendesak-desak ingin keluar. Padahal mungkin, keduanya akan bertemu tidak lama lagi.
Namun, ditinggalkan tetap saja ditinggalkan.

Lalu bagaimana dengan ditinggalkan untuk selama-lamanya?

Jika membunuh itu tidak dosa, mungkin lebih baik membunuh orang yang hendak meninggalkan-tanpa-rasa-menyesal itu. Haha..kata-kata ini terlalu ekstrim ya. Intinya, terlalu menyakitkan rasanya. Meskipun sudah menghibur diri bahwa pasti akan bisa melewati hari-hari mendung kedepan, namun.. tetap saja namun. Matahari saja tidak mampu menyinari gelapnya relung hati.. dan wejangan-wejangan dari beribu kata bijak tidak mampu menambal lubang hati yang kelewat dalam.

Sumpah serapah mengiringi kepergian si-manusia-yang-meninggalkan. Dia tidak sadar atau mungkin pura-pura tidak sadar, karma sedang mengikutinya perlahan. Sedangkan yang ditinggalkan menutup semua pintu, jendela, hingga celah-celah angin. Dia sendirian kesulitan bernafas. Padahal diluar sana, bunga-bunga sedang bermekaran. Awan-awan indah bergelombang. Lalu dia mulai mengintip dari dalam. Sayang, ini sudah malam, dia hanya melihat kegelapan, sesekali lampu jalan yang mulai redup. Dia semakin merasa nestapa.

Percayalah. Waktu akan menjawab semuanya.

dinamika

Buka hati seluas-luasnya....dengarkan baik-baik pertanda alam.. lihat dengan seksama perubahan yang bergerak perlahan. Ikuti petunjuk jalan. Dan jangan pernah takut tersesat. Karena setiap jalan memberikan arti yang teramat dalam. Dan modal untuk jalan berikutnya didepan.

bagaimana mungkin kamu masih saja tersungkur di sudut kamar?
bergerak!

8.2.10

hujan bulan juni

oleh: Sapardi Djoko Damono



tak ada yang lebih tabah
dari hujan bulan juni
dirahasiakannya rintik rindunya
kepada pohon berbunga itu

tak ada yang lebih bijak
dari hujan bulan juni
dihapusnya jejak-jejak kakinya
yang ragu-ragu di jalan itu

tak ada yang lebih arif
dari hujan bulan juni
dibiarkannya yang tak terucapkan
diserap akar pohon bunga itu

rintihan biola itu




Tempat nasi goreng itu selalu ramai. Letaknya persis dipinggir jalan, sebuah perempatan. Sederhana saja, hanya di atas trotoar.

Yang khas dari tempat itu, pertama adalah, anda harus punya kesabaran ekstra, saking ramainya tempat itu. Bahkan ada pelanggan yang pesan lewat sms dulu sebelum sampai ke sana.

Kedua, tempat yang sederhana itu, begitu khas, karena saat anda makan disana, bisa memandang luas pada lalu lalang jalan, pada kesibukan malam, pada lampu-lampu yang tak letih hilir mudik dihadapan anda

Dan ini dia, yang ketiga!

Ada seorang pengamen, yang setia dengan tempat itu, seperti dia yang setia pada biolanya. Ya, dia hanya memainkan biola. Bisu, tanpa mengeluarkan kata. Namun, nada-nada yang dimainkannya, berbicara banyak pada setiap pengunjung yang mendengarkan. Ini-tak-dapat-dipungkiri. Tak peduli, bagaimana berisiknya anda bergurau dengan teman-teman anda, jika dia sedang memainkan biolanya, anda akan menyisakan sedikit ruang pendengaran, dan ruang imajinasi anda.

Perih sekali.. entah apa yang telah terjadi pada pengamen biola itu, nada-nadanya selalu pilu. Seolah-olah, dalam diamnya, dia teriak merintih... dia mengadu pada kita. Dia mengajak kita ikut merasakan kepedihan lewat tarikan senar-senar tersebut. Dia membawa kita pada lingkaran kelam, tempat kisah-kisah sedih kita bersemayam. Nada-nada itu, mengantarkan kita pada malam yang di hiasi lampu-lampu dan bisingnya kendaraan, menjadi terhenti sesaat, dalam rintihan nada-nada biola.


Nasi goreng tombo kangen, sebrang RRI semarang

6.2.10

apa jadinya jika aku terlambat 10 menit

Apa jadinya jika aku terlambat 10 menit
Apa jadinya jika aku memutuskan untuk tidak datang ke pesta itu
Mungkin aku tidak akan pernah melihat-mu
Mungkin aku tidak pernah menyadari keberadaan-mu
Yang ternyata begitu dekat
Yang ternyata selama itu mengagumi ku
Kamu. Membuatku tersenyum sendirian sekarang
Kamu. Membuatku semakin yakin akan takdir yang senang memberi, sebut saja kejutan
Kesan pertama itu, aku tau kita akan bertemu lagi
Kesan pertama itu, aku menunggu sebuah kebetulan
Apakah ini akibat sugesti?
Apakah ini akibat chemistry?

Namun sekiranya aku menjadi tidak terkejut sekarang
Aku pun tau, ini akan menjadi terjadi. Kita yang membuatnya terjadi.
Kamu menunggu. Aku menunggu. Lalu kita mengambil kesempatan, dengan isyarat mata, lalu kata-kata.. lalu kita, bagaikan kenalan lama.
Aku tau, dan kamu pun tau, kita, tidak terkejut karena ‘bertemu’. Kita membuat ini terjadi, aku.. dan kamu.

Keesokan harinya, aku lupa padamu. Kamu pun sibuk dengan dirimu.
Lalu apa namanya ini?
Bahkan aku tidak pernah memikirkan soal kita.
Kita tidak pernah membiarkan kesempatan bergerak lebih luas

Tidak ada yang perlu diungkapkan, apalagi disampaikan
Biarkan ini menjadi misteri
Biarkan kita menduga-duga
Apa yang nanti akan terjadi
Angin akan menyampaikan salam mu, aku pasti merasakannya
Awan akan membentuk jawabku, kamu bisa jelas melihatnya

Mungkin..
Mungkin nanti, kita akan bertemu lagi...



hari ini Jogjakarta, sore yang indah 2010