Tidak ada yang lebih menyakitkan, dari ditinggalkan. Bahkan, ketika kita hanya melepas kepergian seseorang di stasiun, bunyi kereta api yang menderu-deru, mencabik-cabik pagar pertahanan hati yang sudah tinggi menjulang. Airmata mendesak-desak ingin keluar. Padahal mungkin, keduanya akan bertemu tidak lama lagi.
Namun, ditinggalkan tetap saja ditinggalkan.
Lalu bagaimana dengan ditinggalkan untuk selama-lamanya?
Jika membunuh itu tidak dosa, mungkin lebih baik membunuh orang yang hendak meninggalkan-tanpa-rasa-menyesal itu. Haha..kata-kata ini terlalu ekstrim ya. Intinya, terlalu menyakitkan rasanya. Meskipun sudah menghibur diri bahwa pasti akan bisa melewati hari-hari mendung kedepan, namun.. tetap saja namun. Matahari saja tidak mampu menyinari gelapnya relung hati.. dan wejangan-wejangan dari beribu kata bijak tidak mampu menambal lubang hati yang kelewat dalam.
Sumpah serapah mengiringi kepergian si-manusia-yang-meninggalkan. Dia tidak sadar atau mungkin pura-pura tidak sadar, karma sedang mengikutinya perlahan. Sedangkan yang ditinggalkan menutup semua pintu, jendela, hingga celah-celah angin. Dia sendirian kesulitan bernafas. Padahal diluar sana, bunga-bunga sedang bermekaran. Awan-awan indah bergelombang. Lalu dia mulai mengintip dari dalam. Sayang, ini sudah malam, dia hanya melihat kegelapan, sesekali lampu jalan yang mulai redup. Dia semakin merasa nestapa.
Percayalah. Waktu akan menjawab semuanya.
No comments:
Post a Comment