Pages

If there's no orange in the sky, i do try enjoying grey: I am a delusion angel.

5.5.14

Pulang..

Harusnya aku mengucapkan salam dulu setelah mungkin setahun membiarkan sepotong jingga ini usang. 

Aku tetap menulis. Bukan, bukan berita atau artikel terkait profesiku sebagai jurnalis tentu saja. Tetapi prosa atau kumpulan kata yang aku paksa menjadi prosa(prosa-an) dalam selipan kertas kecil, dalam catatan digital di HP atau laptop yang bercecaran.

Ada saatnya kita ingin hanya mengingatnya saja, sendiri lalu membiarkan semuanya mengalir sebagaimana seharusnya. 

Atau biarlah tulisan-tulisan lain dari imaninasi ini tetap menjadi imajinasi yang utuh tanpa ada prasangka dari siapapun yang menebak-nebak.. "Itu terjadi padamu?"
 Karena kadang, aku lupa mana yang nyata, mana yang kurasa, dan mana yang hanya aku buat ada (dan aku buat samar-samar). Aku tidak bermaksud terkesan ingin misterius.

Jadi begini lah hidupku, berjalan indah yang tentu saja tidak lurus-lurus saja. Sejujurnya aku sudah tidak terlalu memikirkan takaran indah atau tidak itu sampai dimana. Pendapat kita pasti berbeda.

Tetapi pada akhirnya kita akan menjawab "begini-begini saja" bukan? Kamu tahu kenapa? Karena apa yang terjadi, apa yang kita rasa, hanyalah kesemuan. Jika itu semua masih membekas karena kita memberinya ruang dan memilih, memilih untuk membiarkan mereka tetap di sana.

Aku merasa waktu berjalan begitu cepat karena kenangan-kenangan yang aku ingat dan aku paksa ingat sekarang rasanya masih terasa nyata dan begitu dekat. Apa saja.

Jika kita pernah mendengar kata menyia-nyiakan sesuatu, aku rasa aku telah melakukannya dengan ku sadari dan tanpa ku sadari. Ketika rasa penyesalan datang, suatu saat kita akan bertemu dengan yang bernama pasrah. Lalu kita akan masuk dalam fase menyerahkan segala keputusan pada alam semesta.
Aku mengalami itu semua. Err, sayangnya kerap berulang.
Tapi di sini, aku hadir sebagai sosok yang tidak pernah sama lagi. Kira-kira begitu lah mengapa aku selalu memaknai setiap kejadian pasti memiliki argumen untuk terjadi.

Aku masih menerka-nerka, putaran apa lagi yang ada di depan mata karena meskipun aku merasa lebih utuh, ada yang tidak bisa aku kendalikan dengan logika. Apalagi, sisa-sisa harapan rasanya sulit disingkirkan.

Yang aku tahu, saat ini kedua tangan ku kewalahan menggenggam mimpi-mimpi yang sudah berjejalan. Aku, begitu semangat untuk menghempaskannya mendekati awan-awan. Dan kali ini, tidak harus saat senja karena aku perhatikan, satu dua orang juga kegandrungan. 

Ada dan ilusi

Kesempurnaan hanyalah ilusi. 
Selamanya adalah konsep yang keliru. 

Itulah mengapa, aku selalu khawatir saat jatuh cinta. 
Aku tidak pernah benar-benar menikmatinya.