Pages

If there's no orange in the sky, i do try enjoying grey: I am a delusion angel.

9.12.14

Puisi Gerimis



Aku pikir dia yang datang. Gerimis.
Saat terdengar irama rintik-rintiknya jatuh di genangan air, nafas ku tak beraturan. Rindu ku membuncah.

Tetapi bukan.

Betapa sepinya di sini hingga aku bisa mendengar gesekan daun kering yang enggan dibawa angin entah mau kemana.


Paradoks Malam

Hidup ku penuh goncangan sayang. Menurut ku begitu. Tapi itu yang membuat ku semakin tangguh.

Tuhan sepertinya enggan berlama-lama memberi ku pelajaran hidup. Satu hal berubah dalam hidup ku di siang hari yang bolong dan hal-hal lainnya menyusul kemudian. Membuat ku jatuh, sendirian.

Ada pada masa ketika aku memilih berjarak karena pikiran ku terlalu rumit. 

Sementara teman-teman sebaya ku tersipu malu karena kasmaran atau menangis tersedu-sedu karena akhirnya mengenal kejamnya patah hati.

Aku membangun pagar yang aku harap kokoh untuk itu semua.
Sampai tiba di satu fase, aku mulai memahami satu persatu.

Hidup adalah apa yang datang, terjadi, dan pergi.
Aku sedikit bergidik saat menyadarinya. Semuanya ternyata begitu semu.

Tapi aku lega, aku bisa mengikhlaskan kematian.
Aku bisa melepaskan apa yang sudah seharusnya pergi.
Aku mulai mengerti polanya.
Ah, Tuhan..

Saat itu aku sudah belasan tahun.
Terlalu banyak yang aku serap. Macam-macam kejadian aku sebut pertanda. Tapi juga tidak jarang aku memilih menghindar.

Aku begitu serius, kaku, dan penuh waspada, sayang.
Mereka bilang air muka ku penuh teka-teki.

"Ada apa dengan mu? Apa yang terjadi? Apa yang berkubang dalam kepalamu?" Tatapan mereka seakan melontarkan itu semua.

Tapi aku pandai tertawa, sayang. Meskipun sedikit sulit menata senyum ketimbang mengerutkan alis. 
Aku membungkus kekhawatiran ku dengan cukup baik. Aku terlihat baik-baik saja.

Namun dalam diam ku dan lamunan ku yang terlalu banyak porsinya, aku kerap bertanya-tanya soal hidup. Hidupku yang paradoks.

Saat ini, di tempat ku berdiri, aku bersyukur melewati itu semua. Ada yang tidak sempat aku genggam kadang teringat bersama sesal, tapi meskipun aku masih menyimpan banyak pertanyaan, aku merasa semakin utuh. 

Setidaknya, aku bukan manusia yang sia-sia melewati makna yang bertebaran, yang sering kali dilupakan mereka. 


Aku terus berjuang mencari jawaban dari hidup yang begitu lucu.

Puisi Biru

Laut Flores


Aku ingat betul; Biru.
Sulit mengartikannya.
Mungkin karena dia mengaduk-adukkan kesedihan pada kebahagiaan.
Dan garis-garis cahaya yang berkilauan di permukaan laut itu..
Membawa ku pada memori, yang entah pernah terjadi. Atau hanya ilusi?

Laut. Membuat ku tidak bertapak.
Menenggelamkan ku pada ada dan tidak ada sampai aku terus terbawa ke ujung negeri senja. Dimana semua perasaan itu bermuara.
Kegelisahan sekaligus kesenangan.
Kebahagiaan yang hampir tidak berjarak dengan kepedihan.


Dimana kita semua tersesat di putaran rasa.. 


Puisi Ragu

Aku tahu ada ragu.
Menjelma jadi debu yang tidak bisa aku cerna. Aku mendengarnya.
Menyelusup ke celah-celah, ke setiap pori-pori. Menyesakkan dada.

Seberapa pun aku ingin melihat jauh ke sana, ragu mengaburkan pandangan ku.
Aku lumpuh bersama ragu.

Aku merasakan ragu.
Rasanya tawar, mencegah rinduku.

Akhirnya, rinduku menguap menjadi sendu.

17.11.14

Di beranda..



Sekelebat pantulan di jendela melintas cepat, seperti waktu kita.
Sebelum aku mampu memaknainya.

Seperti gerimis yang tidak aku sangka-sangka datang,
kamu menyeruak di beranda ku, tak lama setelah matahari terbenam.

Sore ku tidak pernah lagi sama.
Malam ku menjadi bimbang.
Ini yang aku tunggu sekaligus aku takut mengakuinya.

Lamunan ku buyar.
Di beranda ku, aku masih di sini, menunggunya datang lagi..



Kamu



Semuanya fana, begitu pun kebahagiaan.
Maka aku ingin membungkusnya dalam kata-kata,
Menyimpannya dalam ruang bernama "kamu".

Aku baru saja berbisik pada angin.
Berharap ia menceritakannya padamu.



3.10.14

Ranting-ranting..



Ranting-ranting tak pernah mengeluh saat daun-daun meninggalkannya, pergi bersama angin. 
Ia tahu, mungkin itu memang sudah seharusnya terjadi.

Cerita berwarna pastel yang sedikit muram..

                                                               Foto: Hanna Rengganis

Pada sebuah waktu, ada dimana ketika kita mengenang cerita masa lalu itu. 

Cerita berwarna pastel yang sedikit muram.

Kita membawanya ke atas sebuah bukit. Menebarkannya ke hamparan padang rumput.



Seingatku, kenangan hanya cerita yang terus kita ulang. Tapi kenapa aku tidak pernah bosan?

Kadang, aku memilih memejamkan mata agar waktu kita lebih terasa lama.
Saat itu juga aku bisa mendengar degup jantungku yang bergerak cepat seiring waktu yang terus berdetak.



Waktu memang tidak punya pertimbangan.

Termasuk memperhitungkan cinta ini yang tidak pernah usang. Tidak kah ia bisa merasakannya?


"Pagi ini saya memungut jejakmu yang masih tertinggal," katamu, pada sebuah pagi yang tidak bisa ditolak.

Pagi yang membuat waktu kita telah hilang lagi.


Tidak ada lagi padang rumput, tidak ada lagi taman, dan bukit. Tidak ada lagi yang bisa aku pandang. Dan tidak ada yang pernah mengerti.




22.8.14

Pada sebuah malam...




In the silence of the garden . Moss arizing on the wind. And the beast is pondering love love love . 'Till the rusty nail grow dim 

Betapa, betapa banyak kesedihan tersembunyi dalam tawa di keramaian.
Lalu, gelap memeluk malam, ia pun pulang.
Ia menyusuri jalan yang sepi. 
Begitu hening sampai ia bisa mendengar langkahnya sendiri.
Lampu-lampu jalan yang remang-remang membuat kesunyian itu semakin merintih.

Ia tiba di kamar tidurnya. 
Kepalanya bagai dihantam pikiran-pikirannya yang tadi tersingkirkan oleh tawa yang berderai, oleh kata-kata yang berebut ingin didengar.

Semuanya begitu membingungkan, ia mendesah. 
Ia, menjadi, membenci tawa-tawa itu dan semua obrolan yang terlalu banyak itu. Mimpi-mimpi yang, saat ia pikirkan lagi, seperti omong kosong.

....Through the long and lonely night....

Belum ada yang berubah, semuanya masih berulang. Dan tiba-tiba saja, ia merasa begitu kesepian.


But the rain has brought the night 

And the night has brought the rain.

16.8.14

Taman rindu...

                                                              


Aku dibawa rindu ke sebuah taman.
Taman kecil yang usang, yang telah engkau tinggalkan.

Hanya ada suara angin berbisik,
Bagaikan bait kata-katamu yang sering mengusik.

Aku kumpulkan potongan demi potongan kenangan,
dalam ceceran daun-daun kering yang sudah kering kerontang.

Saat itu sudah sore.
Tapi, aku masih ingin berbaring di sini saja
Menikmati rindu ku yang merayapi luka..




4.8.14

When we go back to our room

Time flies and everything goes too fast. 
We have all life changing experiences. 
But, when we go back to our room, we feel, like, nothing has changed. 
Those moment by moment that flows by are just not the same. 
Sometimes, things ain’t what we used to be. 
Well, maybe, things have changed but we don’t.

15.7.14

Dalam lamunan..

Temukan aku di sudut kafe itu.
Aku melihat dari balik etalase jendela, kota ini sudah cukup sesak.
Lalu lalang orang tidak lagi seperti gerakan harmoni.

Aku ada di udara.
Mencari ruang kosong.
Aku hanya bertemu kata-kata yang tidak bisa aku baca.

Kamu melihat aku di taman.
Berbaring di rumput, memegang buku yang belum selesai aku baca.
Kamu bilang betapa indahnya hidup ku.

Aku hanya melihat awan-awan berjuang menghindari kepulan asap hitam, asal kamu tahu.
Burung-burung pun jarang terdengar mungkin tertelan kebisingan atau memang entah lah.
Aku diam saja. Aku diam saja.

Aku mencari-cari hening yang langka.
Dan menemukannya di sudut kafe itu, di lamunan ku, di taman kota.

Aku tersentak.
Mesin waktu memaksa berputar.
Hidup sudah menanti.

Tuhan beri aku sedikit waktu lagi.
Aku ingin diam saja.
Dan menjadi asing dalam lamunan.






5.5.14

Pulang..

Harusnya aku mengucapkan salam dulu setelah mungkin setahun membiarkan sepotong jingga ini usang. 

Aku tetap menulis. Bukan, bukan berita atau artikel terkait profesiku sebagai jurnalis tentu saja. Tetapi prosa atau kumpulan kata yang aku paksa menjadi prosa(prosa-an) dalam selipan kertas kecil, dalam catatan digital di HP atau laptop yang bercecaran.

Ada saatnya kita ingin hanya mengingatnya saja, sendiri lalu membiarkan semuanya mengalir sebagaimana seharusnya. 

Atau biarlah tulisan-tulisan lain dari imaninasi ini tetap menjadi imajinasi yang utuh tanpa ada prasangka dari siapapun yang menebak-nebak.. "Itu terjadi padamu?"
 Karena kadang, aku lupa mana yang nyata, mana yang kurasa, dan mana yang hanya aku buat ada (dan aku buat samar-samar). Aku tidak bermaksud terkesan ingin misterius.

Jadi begini lah hidupku, berjalan indah yang tentu saja tidak lurus-lurus saja. Sejujurnya aku sudah tidak terlalu memikirkan takaran indah atau tidak itu sampai dimana. Pendapat kita pasti berbeda.

Tetapi pada akhirnya kita akan menjawab "begini-begini saja" bukan? Kamu tahu kenapa? Karena apa yang terjadi, apa yang kita rasa, hanyalah kesemuan. Jika itu semua masih membekas karena kita memberinya ruang dan memilih, memilih untuk membiarkan mereka tetap di sana.

Aku merasa waktu berjalan begitu cepat karena kenangan-kenangan yang aku ingat dan aku paksa ingat sekarang rasanya masih terasa nyata dan begitu dekat. Apa saja.

Jika kita pernah mendengar kata menyia-nyiakan sesuatu, aku rasa aku telah melakukannya dengan ku sadari dan tanpa ku sadari. Ketika rasa penyesalan datang, suatu saat kita akan bertemu dengan yang bernama pasrah. Lalu kita akan masuk dalam fase menyerahkan segala keputusan pada alam semesta.
Aku mengalami itu semua. Err, sayangnya kerap berulang.
Tapi di sini, aku hadir sebagai sosok yang tidak pernah sama lagi. Kira-kira begitu lah mengapa aku selalu memaknai setiap kejadian pasti memiliki argumen untuk terjadi.

Aku masih menerka-nerka, putaran apa lagi yang ada di depan mata karena meskipun aku merasa lebih utuh, ada yang tidak bisa aku kendalikan dengan logika. Apalagi, sisa-sisa harapan rasanya sulit disingkirkan.

Yang aku tahu, saat ini kedua tangan ku kewalahan menggenggam mimpi-mimpi yang sudah berjejalan. Aku, begitu semangat untuk menghempaskannya mendekati awan-awan. Dan kali ini, tidak harus saat senja karena aku perhatikan, satu dua orang juga kegandrungan. 

Ada dan ilusi

Kesempurnaan hanyalah ilusi. 
Selamanya adalah konsep yang keliru. 

Itulah mengapa, aku selalu khawatir saat jatuh cinta. 
Aku tidak pernah benar-benar menikmatinya.