Saya coba bayangkan begini. Saya kembali melukis, namun diatas kanvas yang sudah tidak jernih lagi. Saya goreskan kuas dengan sembarang warna, dengan ragu. Kemudian saya berpikir. Tidak, sebenarnya saya tidak sedang berpikir sungguhan. Saya coba merasa, mengenang, dan saya kembali gagal.
Saya gagal menahan diri untuk tidak menorehkan apapun diatas kanvas itu. Tetapi mereka bertanya? "Kapan kamu melukis lagi?" Saya tidak peduli.
Sampai akhirnya saya tahu ada yang tumbuh diam-diam menelusuk pagar yang mulai karatan itu. Memakannya, pelan-pelan, hingga hancur lebur, tak dapat saya bentuk lagi. Lalu saya dapati kosong yang mulai merayap.
"..Senja begitu cepat berubah, memberikan pesona yang menghanyutkan, sebentar, lantas meninggalkan bumi dalam kelam.." SGA
Saya hentikan gambar yang mulai absurd ini meskipun saya dapati warna yang tidak hanya hitam dan putih. "Kanvas ini begitu sempit" katamu, pura-pura tidak tahu. Sementara kamu tahu, saya benci apa saja yang disebut pura-puru dan menelan ironi realita bahwa saya pun sedang berpura-pura.
"..Senja begitu indah, tapi begitu fana - apakah segala sesuatu dalam kehidupan ini memang hanya sementara?" SGA
Dalam goresan ini, saya tahu ini begitu fana. Lukisan ini pun tidak akan abadi. Suatu saat entah akan dilukis apa, berwarna apa. Atau mungkin tidak berwarna?
Mungkin saja. Karena yang pasti adalah, kamu yang fana.
*Tertanda:
Di atas awan bersama tuturan SGA. Pada sore kesekian, hanya jendela dan lagi-lagi tanpa senja*
No comments:
Post a Comment