Barusan saya berbincang dengan sahabat saya, yang juga partner di kos dan di kantor; Ida. Ini mungkin perbincangan yang ke seribu kali-nya dengan tema yang sama:
Saya:
"Kita udah terlanjur kecebur, da. Masa mau tenggelam atau mengapung. Mending kita berenang, kan? Cari tepian. Kali aja di suatu tempat nanti ada dataran yang indah."
Ida:
"Lo abis tapa brata ya, mon?"
Saya:
*Jedotin kepala di tembok*
Pasti, tidak semua dari kalian mengerti saya bicara soal apa. Ibaratnya begini, saya berdiri di sebuah lingkaran konvensional yang bangun kesiangan. Anggap saja mereka bertugas untuk menciptakan taman, dengan tanaman-tanaman yang berkualitas, bermanfaat dan harus tumbuh baru tepat waktunya.
Mereka semakin terhimpit oleh taman-taman baru yang lebih modern. Herannya, bukannya bergegas memutar ide agar taman mereka tidak ketinggalan jaman dan bermutu, mereka masih saja membuka jendela masa lalu dimana taman mereka lah yang paling besar dan terpandang. Dan kurang terik apa sang matahari menyengat mereka?
Tidak mengejutkan, ketika taman itu menjadi sepi, suram, antara ada dan tiada. Taman itu mungkin tidak akan tergusur, tetapi sangat mungkin jika taman itu hanya akan menjadi taman yang kering kerontang.
Angin semakin kering. Tetapi mereka menutup mata. Tanaman-tanaman semakin kritis. Namun mereka sibuk mencari posisi yang bagus.
Lalu datang lah sekumpulan anak muda yang di kepalanya masing-masing, sudah ada bayangan taman terindah, seindah impian mereka. Mungkin kah mereka bisa menyuburkan tanah yang sudah kering kerontang? yang enggan dijamah? yang sudah nyaman dengan tanaman-tanaman yang kerontang? yang masih merasa aman selama lahan mereka tidak digubris?
Segalanya mungkin berubah. Kita sebut ini: tantangan :)
29.12.11
20.12.11
19.12.11
Step back for step forward then..
Saya kembali dengan perasaan yang sama. Ketika saya membangun negri di senja, saat itu senja hadir untuk mengecewakan saya.
Saya menyebutnya, pagi. Dia hadir bersama dengan langit mendung yang siap menumpahkan berton-ton air hujan. Dan, ya, hujan itu kemudian turun juga, deras sekali. Ditambah dengan petir yang tiba-tiba menyalak. Dia tidak mencoba untuk menahannya. Bahkan membiarkan saya merasakan itu semua bersama dengan ketidaktahuan saya.
Kejutan itu tentu saja menyakitkan. Namun kabut membuat saya tetap berdiri menggigil kedinginan di atas genangan air. Dan saat itu, saya tidak bisa melihat bayangan saya. Saya terlalu bingung menangkap rentetan kejadian yang begitu cepat ini. Saya kembali kecewa, kali ini kepada pagi.
Luka tetap menjadi luka. Taman ku rusak. Meskipun ia kemudian memberikan banyak bunga-bunga yang indah. Saya biarkan pagar taman kecil itu terbuka untuknya. Namun ia lupa, luka akan tetap menjadi luka. Dan saya lupa, luka tidak seharusnya untuk dipelihara.
Saya menjadi begitu penuh pemakluman hingga lupa apa makna nyaman. Dia menyimpan penolakan-penolakan dalam bom waktu yang siap meledak. Kami gagal berkomunikasi dengan tepat. Namun dia tidak akan punya kesempatan untuk mengobati kekecewaan ini.
And yes, he's the one who lose. Not me. He gave up. Me don't.
5.11.11
Journey
I wish i was sitting on a moving train..
How i miss those moments..
train, station, journey, landscape, destination,
and someone who waited.
At least,
I know what place i want to go..
Ya, i have a destination through the journey.
An Ocean Apart
Now we are together. Sitting outside in the sunshine. But soon we'll be apart.And soon it'll be night at noon. Now things are fine. The clouds are far away up in the sky. But soon I'll be on a plane. And soon you'll feel the cold rain.
You promised to stay in touch when we're apart. You promised before I left that you'll always love me. Time goes by and people cry and everything goes too fast.
Now we have each other. Enjoying each moment with one another
But soon I'll be miles away. And soon the phone will be our only way.
Now I'm in your arms. Feeling pure love and warm. But soon I'll be alone. And soon your voice will change of tone.
You promised we'll never break up over the telephone. You said our love was stronger than an ocean apart. Time goes by and people lie and everything goes too fast.
Let's not fool ourselves in vain. This far away trip will give us pain. We'll have to be so strong. To keep our love from going wrong.
Distance will make us cold. Even put our love on hold. But soon we'll meet again. And soon it'll be bright at noon again.
You promised not to loose faith in our love when I'm away. You promised so much to me but now you've left me. We go by and then we lie and all this time we wasted. Time goes by and people lie and everything goes too fast.
Time went by and then we died and everything went too fast. Everything went too fast. Everything went too fast. Everything went too fast. (*Julie Delpy/Before Sunset)
21.4.11
Polemik Sarjana Teknik Lingkungan: Hanya Jagoan Neon?
Sebelumnya, selamat hari bumi untuk bumi dan manusia penghuni bumi juga penghuni lain alam raya yang terus bergerak. Anggaplah hari ini sebagai reminder buat kita bahwa, bumi ini bukan sekedar tempat kita menggerus segala kekayaannya dan terus meminta. Namun lebih dari itu. Dimana kita juga bisa melakukan banyak hal yang baik padanya.
Diantara penghuni bumi, ada segelintir sarjana Teknik Lingkungan. Ya, salah satunya saya. Kami belajar tidak banyak pada ideologi memang, lebih kepada cara. Bagaimana melakukan rancangan, pengelolaan, pengolahan, bangunan berkepanjangan, membuat limbah menjadi 'jinak' dan sebagainya.
Dewasa ini kita semakin sadar kondisi bumi semakin mengancam. Tidak terkecuali di dunia industri. Di dalam perusahaan yang bagus, pasti ditemukan divisi Lingkungan dan K3. Dan disitulah kami berdiri. Bagaimana kami ikut bertanggung jawab agar keseluruhan proses produksi berjalan dengan baik dan aman bagi perusahaan, pekerja dan dampak-dampak yang dihasilkan tetap 'ramah' lingkungan. Namun pertanyaannya, apakah kami benar-benar berjuang di sana?
Ini menjadi polemik. Ketika 'orang lingkungan' dalam sebuah perusahaan dijadikan tameng seolah-oleh perusahaan tersebut sudah 'ramah lingkungan' dan tidak mengabaikan dampak-dampak lingkungan yang bisa terjadi. Padahal kenyataannya?
Atau bisa juga, 'orang lingkungan' tidak benar-benar maksimal dalam 'memperjuangkan lingkungan' lewat perusahaannya tersebut. Karena satu, dua dan banyak hal. Bagaimana menurut anda dengan seorang engineer lingkungan di perusahaan yang jelas-jelas merusak alam?
Terkadang, seolah-olah kami seperti.. seorang jagoan neon. Kami berdiri untuk mengatasi hal-hal yang bisa merusak lingkungan namun di sebuah perusahaan yang menggerus alam tanpa ampun. Kami disuruh maju dan bergombal-gombal ria ketika aksi protes ditujukan kepada perusahaan kami.
Namun, tidak sedikit juga perusahaan yang benar-benar patuh dan peduli pada lingkungan. Perusahaan yang bertanggung jawab dari awal hingga akhir produksi. Dan berbahagialah di sana, wahai para environmental engineer.
Ini sedikit polemik bagi beberapa environmental engineer. Namun saya yakin, teman-teman saya selalu berdiri untuk memperjuangkan kebaikan lingkungan ditengah-tengah segala keterbatasannya.
Dan tanggung jawab kita kepada bumi, bukan hanya pada golongan tertentu, tetapi pada kita semua yang merupakan penghuni bumi.
Diantara penghuni bumi, ada segelintir sarjana Teknik Lingkungan. Ya, salah satunya saya. Kami belajar tidak banyak pada ideologi memang, lebih kepada cara. Bagaimana melakukan rancangan, pengelolaan, pengolahan, bangunan berkepanjangan, membuat limbah menjadi 'jinak' dan sebagainya.
Dewasa ini kita semakin sadar kondisi bumi semakin mengancam. Tidak terkecuali di dunia industri. Di dalam perusahaan yang bagus, pasti ditemukan divisi Lingkungan dan K3. Dan disitulah kami berdiri. Bagaimana kami ikut bertanggung jawab agar keseluruhan proses produksi berjalan dengan baik dan aman bagi perusahaan, pekerja dan dampak-dampak yang dihasilkan tetap 'ramah' lingkungan. Namun pertanyaannya, apakah kami benar-benar berjuang di sana?
Ini menjadi polemik. Ketika 'orang lingkungan' dalam sebuah perusahaan dijadikan tameng seolah-oleh perusahaan tersebut sudah 'ramah lingkungan' dan tidak mengabaikan dampak-dampak lingkungan yang bisa terjadi. Padahal kenyataannya?
Atau bisa juga, 'orang lingkungan' tidak benar-benar maksimal dalam 'memperjuangkan lingkungan' lewat perusahaannya tersebut. Karena satu, dua dan banyak hal. Bagaimana menurut anda dengan seorang engineer lingkungan di perusahaan yang jelas-jelas merusak alam?
Terkadang, seolah-olah kami seperti.. seorang jagoan neon. Kami berdiri untuk mengatasi hal-hal yang bisa merusak lingkungan namun di sebuah perusahaan yang menggerus alam tanpa ampun. Kami disuruh maju dan bergombal-gombal ria ketika aksi protes ditujukan kepada perusahaan kami.
Namun, tidak sedikit juga perusahaan yang benar-benar patuh dan peduli pada lingkungan. Perusahaan yang bertanggung jawab dari awal hingga akhir produksi. Dan berbahagialah di sana, wahai para environmental engineer.
Ini sedikit polemik bagi beberapa environmental engineer. Namun saya yakin, teman-teman saya selalu berdiri untuk memperjuangkan kebaikan lingkungan ditengah-tengah segala keterbatasannya.
Dan tanggung jawab kita kepada bumi, bukan hanya pada golongan tertentu, tetapi pada kita semua yang merupakan penghuni bumi.
19.3.11
Buram
Deretan angka dan huruf pelan-pelan menjadi buram. Berbayang.
Padahal aku belum bergerak sedikit pun.
Slayer merah yang tergeletak berantakan itu, sedikit basah.
Padahal aku masih tetap di sini.
Lagu-lagu yang tadinya terdengar keras, semakin samar. Lalu hilang.
Padahal aku belum kemana-mana.
Bumi yang tadinya tenang, seperti mengaduk-aduk.
Kemudian, aku tidak sadarkan diri.
Padahal aku belum bergerak sedikit pun.
Slayer merah yang tergeletak berantakan itu, sedikit basah.
Padahal aku masih tetap di sini.
Lagu-lagu yang tadinya terdengar keras, semakin samar. Lalu hilang.
Padahal aku belum kemana-mana.
Bumi yang tadinya tenang, seperti mengaduk-aduk.
Kemudian, aku tidak sadarkan diri.
16.2.11
Me not Petter
Thank God.
I am still growing up.
I realize that i could never be like Peter pan.
Wendy even went home.
But i know, i still love Neverland.
And I'll always visit there.
I am still growing up.
I realize that i could never be like Peter pan.
Wendy even went home.
But i know, i still love Neverland.
And I'll always visit there.
18.1.11
Potongan Cerita yang Lenyap
Aku kumpulkan sepotong demi sepotong cerita setiap malam
Namun aku lihat mereka masih tergeletak tidak tersentuh
Suatu hari, kamu bertanya, "Mana potongan-potongan yang kamu bilang itu?"
Saat itu aku hanya mendengar kata "Sudah hilang" dari bibir ku yang gemetar.
Mungkin mereka sudah terbuang sia-sia dimakan penantian, kelelahan, kebosanan, kesakitan dan akhirnya hilang. Lenyap dengan kecewa.
Maka jangan kamu tanya "kenapa"
Namun, apakah kamu sadar?
Namun aku lihat mereka masih tergeletak tidak tersentuh
Suatu hari, kamu bertanya, "Mana potongan-potongan yang kamu bilang itu?"
Saat itu aku hanya mendengar kata "Sudah hilang" dari bibir ku yang gemetar.
Mungkin mereka sudah terbuang sia-sia dimakan penantian, kelelahan, kebosanan, kesakitan dan akhirnya hilang. Lenyap dengan kecewa.
Maka jangan kamu tanya "kenapa"
Namun, apakah kamu sadar?
Mary Jane, Penunggu Senja
Hai, perkenalkan..nama saya Mary Jane. Panggil saya MJ.
Pekerjaan saya akan membuat kalian semua iri. Saya adalah penunggu senja.
Ya, saya menunggu kehadiran senja setiap sore, berbincang dengannya.
Kamu pasti heran kenapa saya tidak bosan.
Sebenarnya, ada peri-peri cantik yang tidak pernah bosan menaburkan serbuk-serbuknya (oh ini lah serbuk kebahagiaan), namun.. saya terlalu sayang pada mereka, maka kalian tidak dapat melihatnya. Terlebih lagi pada Peter Pan. Dia lah segala-galanya...Kita bahas dia nanti.
Baiklah, sebelum saya pindah ke kota yang bising ini, saya selalu menunggu senja di tepi laut. Ada debur ombak yang membuat jantung saya tak henti berdegup kencang saking gembiranya.
Atau, saya menuju bukit di pinggir kota. Ditemani semilir angin yang membelai saya dengan hati-hati. Dan saya pun selalu merentangkan tangan dengan hati-hati pula.
Dan di sini, saya selalu siap di sudut kedai kopi. Saya pastikan selalu ada jejak-jejak hujan yang menempel di jendela setelah hujan yang panas di tengah hari bolong. Dan disitulah saya duduk.. disitulah saya menunggu senja. Saya selalu gelisah menunggunya. Karena dia sepertinya tidak ingin saya terlalu jatuh cinta dengannya, dengan senja. Takdir senja adalah memberi harapan pada mereka yang menunggunya, setelah dia datang dia hilang dengan sekejap..bahkan tanpa sepatah kata-kata. Namun saya selalu sangat jatuh cinta padanya dan sekaligus selalu kehilangan dirinya.
Tepat sore ini, setelah kentang terakhir saya lahap dengan enggan, firasat saya mengatakan, sekarang waktunya dia datang seiring dengan habisnya kopi hitam yang sudah kedua kalinya saya pesan. Namun, hanya sedikit semburat jingga yang muncul. Mendung tidak kunjung pergi sejak hujan tadi siang.
Dan untuk kesekian kalinya... Saya kecewa. Saya pulang dengan hampa dan sepi.
*bersambung
Pekerjaan saya akan membuat kalian semua iri. Saya adalah penunggu senja.
Ya, saya menunggu kehadiran senja setiap sore, berbincang dengannya.
Kamu pasti heran kenapa saya tidak bosan.
Sebenarnya, ada peri-peri cantik yang tidak pernah bosan menaburkan serbuk-serbuknya (oh ini lah serbuk kebahagiaan), namun.. saya terlalu sayang pada mereka, maka kalian tidak dapat melihatnya. Terlebih lagi pada Peter Pan. Dia lah segala-galanya...Kita bahas dia nanti.
Baiklah, sebelum saya pindah ke kota yang bising ini, saya selalu menunggu senja di tepi laut. Ada debur ombak yang membuat jantung saya tak henti berdegup kencang saking gembiranya.
Atau, saya menuju bukit di pinggir kota. Ditemani semilir angin yang membelai saya dengan hati-hati. Dan saya pun selalu merentangkan tangan dengan hati-hati pula.
Dan di sini, saya selalu siap di sudut kedai kopi. Saya pastikan selalu ada jejak-jejak hujan yang menempel di jendela setelah hujan yang panas di tengah hari bolong. Dan disitulah saya duduk.. disitulah saya menunggu senja. Saya selalu gelisah menunggunya. Karena dia sepertinya tidak ingin saya terlalu jatuh cinta dengannya, dengan senja. Takdir senja adalah memberi harapan pada mereka yang menunggunya, setelah dia datang dia hilang dengan sekejap..bahkan tanpa sepatah kata-kata. Namun saya selalu sangat jatuh cinta padanya dan sekaligus selalu kehilangan dirinya.
Tepat sore ini, setelah kentang terakhir saya lahap dengan enggan, firasat saya mengatakan, sekarang waktunya dia datang seiring dengan habisnya kopi hitam yang sudah kedua kalinya saya pesan. Namun, hanya sedikit semburat jingga yang muncul. Mendung tidak kunjung pergi sejak hujan tadi siang.
Dan untuk kesekian kalinya... Saya kecewa. Saya pulang dengan hampa dan sepi.
*bersambung
Subscribe to:
Posts (Atom)