"Sekarang waktunya kita kembali ke ruang masing-masing. Kau telah merampas malam ku. Sekarang, biarkan aku mengamatimu dari balik sekat jendela yang disesaki bulir-bulir air sehabis hujan. Aku akan di sini saja, duduk, menikmatimu dari jauh. Kau, mungkin, pergi dengan payung hitam itu. Aku di sini saja, di dunia ku," katamu, di suatu malam yang katamu telah aku rampas.
"Pergi? aku pun akan di sini saja, di sudut yang biasa. Kau tahu, sambil menunggu setiap sore. Aku pandangi siluetmu, mengingat-ingat kehangatan itu. Tak ada lagi gejolak, namun belum saatnya aku beranjak, senja. Kenapa? Aku pun tidak tahu. Oh ya, aku baik-baik saja," kataku, di sebuah sore yang telah kau curi.
Lalu lalang orang-orang pun tak pernah mengerti apa yang dua orang itu tunggu. Mereka bahkan tak ingin memahami, karena kisahnya terlalu perih.
5.12.12
Perayaan si mesin waktu..
Kehangatan terasa saat dua orang itu saling berhadapan. Kehangatan yang
abadi. Tawa sumringah berderai-derai, kemudian menusuk setelahnya.
Nostalgia itu tak bisa lama-lama, mereka diburu waktu. Ah, waktu memang
selalu memburu mereka, seakan-akan bisa membunuh kalau saja mereka
ingkar. Ya, sebegitu kejamnya waktu pada mereka.
Di tempat yang sama, mesin waktu kadang timbul membawa pusaran masa silam. Saat itu, mereka harus mengucapkan pisah. Tak ada pilihan. Air mata bukan lagi pertanda, karena sudah habis sebelum-sebelumnya. Pelukan hangat sebelum mereka harus ke ruang masing-masing lah yang terbawa lagi saat itu. Manis sekali.
...
Ini hanya memori, yang kadang-kadang aku buka. Tetapi kamu tenang saja, ia tak pernah usang. Tak akan aku biarkan. Namun, tidak juga akan aku hadirkan. Biarkan itu menjadi ilusi kita saat ingin merayakannya. Yang merampas malam-malam kita sesekali saja.
Bandara Ahmad Yani, sehabis senja, 2012.
Di tempat yang sama, mesin waktu kadang timbul membawa pusaran masa silam. Saat itu, mereka harus mengucapkan pisah. Tak ada pilihan. Air mata bukan lagi pertanda, karena sudah habis sebelum-sebelumnya. Pelukan hangat sebelum mereka harus ke ruang masing-masing lah yang terbawa lagi saat itu. Manis sekali.
...
Ini hanya memori, yang kadang-kadang aku buka. Tetapi kamu tenang saja, ia tak pernah usang. Tak akan aku biarkan. Namun, tidak juga akan aku hadirkan. Biarkan itu menjadi ilusi kita saat ingin merayakannya. Yang merampas malam-malam kita sesekali saja.
Bandara Ahmad Yani, sehabis senja, 2012.
Jamuan nostalgia
Di atas negeri senja, pada sebuah sore yang penuh makna. Mari lah kita
angkat gelas-gelas kerinduan, sebelum kita teguk tak tersisa, tak
berulang. Inilah jamuan nostalgia yang selalu aku tunggu-tunggu....bersamamu, memori..
Mengalir lah..
Keindahan akan terus mengalir deras jika tak ada kata memiliki.
Maka mengalirlah..
Jangan kau berlabuh di sini.
Biarkan aku menyaksikan liukan liukan itu
dan menebak-nebak makna apa yang tersirat.
Aku akan merindukan percikan percikan itu. Tentu saja.
Tetapi bukan itu yang aku butuh.
Aku tak ingin terikat, apalagi diikat.
Maka mengalirlah..
Jangan kau berlabuh di sini.
Biarkan aku menyaksikan liukan liukan itu
dan menebak-nebak makna apa yang tersirat.
Aku akan merindukan percikan percikan itu. Tentu saja.
Tetapi bukan itu yang aku butuh.
Aku tak ingin terikat, apalagi diikat.
Subscribe to:
Posts (Atom)