Sebuah perpisahan bertemu dengan jendela. Hamparan kehidupan di luar
sana seolah menjadi hantaman pada fakta bahwa.. Di sini begitu sunyi dan
hampa.
Satu persatu apa yang melekat, terpaksa pergi, atau memaksa pergi, atau memang harus pergi. Menarik perih dan berbekas.
Saya tertawa sebelum memasuki ruang hampa ini. Setelah amarah yang
terburai. Meninggalkan penyesalan. Setelah semuanya meledak dalam waktu
sekejap, timbul keletihan. Kadang ada saatnya dimana kita tidak bisa
berbuat apa-apa kecuali, diam. Dan saya, di sini, hanya bisa menyeka air
mata. Memandangi diri dalam pantulan kaca jendela.
Dan begitulah, pada akhirnya saya selalu menyukai jendela disudut mana pun. Yang selalu mengingatkan saya, bahwa setiap manusia dipisahkan pada masing-masing dimensi 'fase' yang berbeda. Yang akan hadir pada lamunannya seorang diri, pada pantulan di jendela. Bahwa hidup itu sendiri, entah saat jatuh dan bangkit.
*on my own way to destiny
No comments:
Post a Comment